Laci buku

Pinterest Instagram Twitter Facebook
  • Home
  • Tentang
  • Novel Barat
  • Novel Jepang
  • Pengarang
    • Wanita
    • Pria
    • Keroyokan
  • Tahunan



Max Havelaar
Eduard Douwes Dekker (Multatuli)
Qanita, 474 halaman
Gramedia, Gancit

Sinopsis:

Kedatangan seorang asisten residen Lebak Banten yang baru telah menimbulkan perubahan yang dahsyat di wilayah itu. Bahkan akibat kebijakan yang pro pribumi inilah sepak terjang Max Havelaar,sang asisten baru, selalu menimbulkan panas dingin dan menjadikan suasana kampung Lebak menjadi kurang tenang dan damai.

Akhirnya karena selalu melontarkan kritikan yang sebagian besar menyangkut cara pembagian hasil bumi, tanam paksa, pajak tanah hingga pertanian, Max Havelaar dipindahkan ke residen Ngawi untuk penugasan berikutnya.

Sementara itu Saijah yang telah memiliki kerbau kesayangan dan telah berulang kali dirampas oleh pihak bupati mendapati kenyataan kekasihnya yang bernama Adinda telah tiada dan janji untuk bertemu serta menikahi gadis itu setelah 36 purnama  akhirnya kandas meninggalkan kesedihan yang tiada tara.


Ulasan:

Novel ini pertama kali saya kenal saat berada di bangku sekolah dasar. Awalnya hanya disebut-sebut sebagai roman terkenal yang seangkatan dengan karya Sutan Takdir Alisyahbana, Marah Rusli, dan lainnya dalam pelajaran Bahasa Indonesia.

Hingga, saat ini baru kesampaian baca, dan terus terang terpukau sekali oleh alur cerita dan suasana yang dijadikan latar cerita.

Masa kolonialisme adalah masa yang penuh penderitaan bagi bangsa Indonesia. Rentang antara tahun 1800-1900-an adalah masa penuh gejolak akibat persinggungan kepentingan antara mereka yang merampas hasil bumi secara brutal dan diperasnya tenaga manusia. Hasil bumi seperti rempah-rempah selalu diangkut ke Belanda karena permintaan pasar yang meningkat dan akibat dari ini mendorong terbelahnya pandangan antara tetap mengambil komoditas atau perlunya untuk lebih memanusiakan orang-orang di tanah jajahan.

Meskipun slogannya adalah demi kemakmuran semua pihak, tak bisa dipungkiri bahwa bagi sebagian orang Belanda, pribumi beserta tanah jajahannya tak lebih hanya dipandang  sebagai barang komoditas.  Adanya politik Etis menimbulkan gerakan yang pro dan kontra antara harus membela kepentingan negeri sendiri atau mendidik bangsa terjajah sebagai upaya balas jasa.

Diiringi oleh semangat dan gerakan politi Etis yang melanda wilayah Belanda inilah novel Max Havelaar lahir. Membaca novel ini seakan kita dipaksa untuk memahami bagaimana sulitnya untuk membela sesuatu sementara di sekeliling kita masih bertebaran orang-orang yang bertahan untuk tidak ingin berubah.

Max ingin menerapkan sesuatu berkaitan dengan tanam paksa, namun seluruh pihak mulai dari pengawas Verbrugge, bupati hingga kepala desa Distrik Lebak seolah tak mungkin bisa untuk melaksanakan perintah yang memihak rakyat. Berbagai deraan hingga memiskinkan rakyat dilakukan justru oleh para antek-antek bupati demi mendapat pujian dan sanjungan dari kaum penjajah.

Dengan tuturan lewat seorang makelar kopi bernama Tuan Droogstoppel, cerita ini menjadi sangat hidup, unik dan apa adanya.  Gaya penceritaannya menjadi sangat menarik karena dituangkan lagi melalui tokoh Max Havelaar yang sering mengenakan selendang kotak-kotak sehingga dijuluki Tuan Sjaalman dan yang meminta Tuan Droogstoppel agar menerbitkan dokumen berisi kisahnya sendiri, Max Havelaar.

Membaca terjemahan langsung dari edisi bahasa Inggris karya Baron Alphonse Nahuys dan referensi dari H.B. Jassin dengan penyesuaian di sana-sini agar bahasanya lebih dicerna, tetap saja bagi pembaca awam akan merasa 'lelah' karena terbentur oleh gaya penulisan sang tokoh yang tiba-tiba menjadi 'aku' atau orang ketiga, sesuai dengan kebutuhan cerita.  Meskipun dibatasi oleh bab-bab, alur cerita tiba-tiba berubah sesuai dengan sudut pandang pencerita.

Namun di luar itu semua, jangan lupakan  nuansa klasik dari isi novel ini yang ternyata memberi kesan yang menarik. Seperti apa kondisi Hindia Belanda, bagaimana lingkungan kabupaten Lebak,  bagaimana daerah-daerah lain seperti Batak bergolak yang diwakili oleh kisah  Max yang pernah bertugas di wilayah Natal, Sumatra Utara, situasi yang terjepit bagi rata-rata penduduk di masa penjajahan dan lain-lain, itu semua sedikit banyak memberi gambaran betapa ketidakadilan menjadi sesuatu yang kerap menimbulkan kecemburuan sekaligus kehancuran.

Muatan novel ini menjadi lebih kaya lagi dengan suguhan surat menyurat yang dikirim dari Residen Banten untuk Max Havelaar atau surat sanggahan dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Ditambah dengan lampiran-lampiran yang berisi bait-bait puisi yang kata-katanya asli Indonesia namun ditulis dengan logat Belanda.

 Demikianlah, novel Max Havelaar menyuguhkan kisah yang memedihkan, namun memberi sedikit pelita kemajuan bahwa tak semua orang Belanda itu bengis. Seluruhnya mencerminkan bahwa sosok Max Havelaar adalah wakil dari golongan yang ingin sekali menjalankan politik Etis, namun sekali lagi terbentur oleh pribumi penguasa yang nampaknya lebih suka mempertahankan keserakahan.

Novel yang membuka mata dan memperkaya batin.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar


Mantappu Jiwa
Jerome Polin Sijabat
Gramedia Pustaka Utama, 206 hal, + 10 latihan soal
Gramedia- Gancit


Sinopsis:

Sebagai anak yang terlahir dari keluarga yang biasa-biasa saja, Papa yang pendeta dan Mama seorang ibu rumah tangga, Jerome sadar sejak kecil ia harus berusaha lebih keras bila ingin mendapatkan sesuatu. Termasuk saat ingin ikut les Matematika yang sedang hits, Kumon. Karena tak ada biaya, Jerome terpaksa mengubur keinginannya.

Kala angan-angannya melambung untuk mengunjungi Disneyland dan kesulitan untuk ke sana, tiba-tiba ide itu muncul. Untuk ke Disneyland ia harus kuliah di luar negeri. Dan karena tak ada dana, maka jalan satu-satunya adalah mengejar beasiswa penuh. 

Maka sejak hari itu dimulailah hari-hari panjang anak Jakarta yang pindah ke Surabaya ini menapaki berbagai latihan pemanasan guna memperlancar jalan untuk mengikuti tes ujian masuk demi mendapatkan beasiswa. Berbagai olimpiade Matematika yang diadakan selalu diikutinya hingga akhirnya mimpi itu terwujud juga. Bersekolah di salah satu universitas di Jepang.


Ulasan: 


Buku ini menceritakan tentang semangat pantang menyerah yang dimiliki seorang anak muda Indonesia dalam mewujudkan ambisinya untuk bersekolah di universitas Waseda Jepang dengan beasiswa penuh. Ada hal-hal yang nampaknya mustahil untuk bisa lolos namun berkat campur tangan Tuhan segalanya menjadi mungkin.

"Dan tentu saja semua usaha itu kami lapisi doa siang malam." hal 17

Buku ini kelihatan ringan karena disusun dengan bahasa yang mudah dicerna dan gaul, namun bila kita membacanya, nampaklah aslinya...serius dan berat! Bagi mereka yang sedang  berburu beasiswa ke luar negeri, buku ini bisa dijadikan panduan, acuan sekaligus penyemangat karena sejujurnya saya gak doyan Matematika, Jadi ketika membaca Jerome menuturkan bagaimana ia memecahkan kalkulus, diagram atau simetri apalah...saya hanya bengong sekaligus kagum.



Zaman saya sekolah dahulu, bisa memecahkan diagram Venn saja ( coba tebak angkatan tahun berapa?)  sudah bersyukur banget, bahkan melakukan persamaan dalam hitungan Integral saja perlu berkali-kali mengernyitkan dahi ditambah belibet menyebut Cosinus, Sinus atau Tangen. Lha  ini ternyata ada calon Menteri Pendidikan yang mencari jawaban matematika dengan hanya dibatasi waktu sekitar 7-8 menit per soal, kemudian ternyata jawabannya benar, gimana gak terkesima?

Buku ini tak hanya menceritakan kesuksesan dalam menembus masuk ke universitas Tokyo yang favorit itu, namun juga jatuh bangun seorang anak muda dalam menggapai cita-cita agar bisa memperoleh nilai tertinggi dan menembus sulitnya masuk universitas di Jepang.

Ada pengorbanan yang harus dilakukan demi mencapai target yang diinginkan. Kita akan melihat bahwa Jerome adalah anak yang tekun, determinasi tinggi, disiplin dan pantang menyerah dalam mempelajari sesuatu. Entah bahasa Jepang, tulisan Jepang atau hidup sebagai perantau yang harus hidup sehemat mungkin di negeri orang. Nilai-nilai seperti ini yang sebaiknya bisa diterapkan bagi anak muda yang katanya Millenials ini dan maunya apa-apa yang serba instan.

Bahwa untuk meraih sesuatu tidak selalu dengan cara yang mudah, dan kesulitan akan terasa mudah bila kita mengasahnya berulang kali sampai paham.

Bukunya sendiri digarap serius dan menarik. Penuh warna-warni khas anak muda yang ceria  ditambah dengan ilustrasi kondisi si penulis dan kata-kata mutiara ala #rumusjerome. Pemilihan jenis hurufnya juga sangat unik seolah ini adalah buku catatan harian penulisnya ditambah coret-coretan soal baik Matematika, Kimia, atau Fisika yang digarap di sana-sini.



Membaca buku ini hanya membutuhkan waktu sehari saja. Buku boleh tipis namun dampaknya luar biasa. Dan mengamati soal-soal yang terhampar mengingatkan kembali bahwa masa sekolah SD hingga SMU adalah masa menempa diri, menyerap sebanyak-banyaknya berbagai ilmu pengetahuan dan menerapkannya di kehidupan nantinya.

Sosok Jerome sendiri diceritakan selain kuliah juga nyambi membuat kegiatan yang bermanfaat seperti membuat konten Youtube atau ikutan medsos dan menularkan hal-hal bermanfaat seputar pendidikan dan Jepang. Jadi rupanya selain dikenal selalu serius dan menenteng-nenteng buku Matematika ke mana-mana, ia juga butuh pengalihan sekaligus penyegaran.Bolehlah.

Mantappu Jiwa adalah buku penyemangat dan unik. Penyemangat karena penulis menularkan virus semangat dalam meraih apa pun yang kita inginkan. Unik karena tata letak dan gaya bertuturnya sangat tepat sasaran dan lain dari yang lain. Baru terbit bulan kemarin ( Agustus 2019) saja sudah cetak ulang yang keempat, pertanda negeri ini butuh semangat besar dan orang-orang pintar terutama di kalangan Millenial atau para siswa yang bingung selepas SMU nanti.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar


Lethal White
Robert Galbraith
Gramedia Pustaka Utama, 702 hal
Gramedia Online


Sinopsis:

Setelah memeluk tubuh Robin di anak tangga saat pesta pernikahannya, Strike seakan tak pernah bisa memandang wanita itu dengan kacamata yang biasa lagi. Perasaan dan pikirannya seakan telah tertancap khusus padanya. Apalagi setelah menjadi partner tetap di biro detektif. Di matanya sepak terjang Robin tak boleh diremehkan. Kasus pertama setelah Robin menikah diawali dengan kedatangan pria aneh bernama Billy Knight yang menyaksikan adanya pembunuhan terhadap anak kecil dan dikubur berselimutkan warna pink di lembah hutan dekat rumah ayah Billy.

Bersamaan dengan diprosesnya pengaduan Billy, Strike kebetulan juga diminta menyelidiki masalah menteri kebudayaan Jasper Chiswell yang diancam dan diperas oleh Jimmy kakak Billy. Jimmy adalah aktivis CORE yang memprotes Olimpiade Musim Panas dan akan berlangsung di kota London. Robin pun sampai harus menyamar sebagai anak baptis Chiswell dan bekerja di House of Commons - Dewan Rakyat Britania- agar dapat menyadap seluruh pembicaraan antara  Geraint Winn atau dengan siapa pun yang ada di Palace of Westminster yang berpotensi mengancam keselamatan Chiswell.

Penyelidikan yang melebar ke mana-mana serta melibatkan orang-orang di sekitar kekuasaan akhirnya  justru  berujung pada kematian sang menteri. Sejumlah orang di keluarga Chiswell termasuk Kinvara, si istri muda dicurigai dan satu per satu memiliki alibi yang tak terbantahkan.

Selain masalah pembunuhan Menteri Kebudayaan yang harus segera dipecahkan, rumah tangga Robin dengan Matthew pun membutuhkan perhatian yang tak kalah menegangkan. Alih-alih mempertahankannya Robin akhirnya harus memutuskan yang terbaik bagi kehidupannya.


Sinopsis:

Selamat berjumpa kembali dengan Strike, detektif  beken yang getol berjalan mengelilingi jalanan kota London dan selalu pantang menyerah dalam menyelidiki suatu kasus.  Dalam setiap petualangan Strike, selalu ada kasus baru yang benar-benar pelik yang harus ia pecahkan. Kali ini ia dibantu oleh partner yang juga mantan sekretarisnya bernama Robin beserta para asisten baru yakni Andy Hutchins dan Sam Barclay.

Salah satu yang saya kangeni dari kisah ini adalah petualangannya dalam menyusuri jalanan kota London serta mendatangi tempat-tempat dan  siapa saja yang dicurigai. Terlebih kasus ini unik karena diawali dengan kedatangan Billy Knight, seorang anak muda yang agak terganggu jiwanya.  Bagaimana seorang pemuda yang agak kurang waras mampu  melaporkan apa yang pernah ia yakini sebagai pembunuhan terhadap seorang gadis kecil saat masa kanak-kanak dulu? Di situlah  tantangannya.

Membaca novel setebal 700-an halaman ini saya membutuhkan kurang lebih 2 minggu untuk menuntaskannya. Menyelesaikannya bukan berarti ingin cepat-cepat tahu siapa pelakunya namun lebih dari itu. Hubungan personal antara dua rekan yang masing-masing memiliki kekaguman dan -sialnya hanya selalu tersimpan dalam hati saja- tidak bisa tidak telah menjadi magnet cerita yang sama menariknya dengan eksekusi akhir dan membuat penasaran.



Saya memang menanti kelanjutan hubungan antara Strike dengan Robin dan bagaimana interaksi keduanya yang sama-sama diwarnai masa lalu kurang menyenangkan. Padahal novel ini agak lebih  tebal salah satunya karena ada babak baru bagi keduanya yang dibentangkan. Strike dengan Lorelei, Robin dengan Matthew. Strike dengan Charlotte, Matthew dengan Sarah. Jangan bingung ya.

Di novel ketiganya -Career of Evil- kisah ditutup dengan pernikahan Robin dan Matthew serta kehadiran Strike di acara pernikahan yang sekonyong-konyong telah membuat hati Robin mendadak disiram es, terasa sejuk dan adem. Senang luar biasa rasanya mendapati Srike telah berusaha jauh-jauh untuk datang ke pestanya.

Lalu di novel yang keempat ini, tanpa basa-basi lagi pengarang langsung menyambung dengan cerita keseruan apa saja dibalik acara pesta pernikahan Robin. Sesuatu yang melegakan dan menjawab rasa penasaran bagi kita pembacanya. Bahagiakah Robin?

(Baca: Career of Evil, Titian yang Membentang)

Kalau dibandingkan dengan kisah-kisah sebelumnya, polanya tetap sama. Ada pembunuhan, penyelidikan, pertemuan dengan beraneka macam latar belakang saksi lalu eksekusi. Bagi yang telah membaca novelnya mulai dari jilid 1 sampai 3, aksi pembunuhan selalu menjadi pusat perhatian, demikian pula di kisah pembunuhan jilid ke-4 ini yang meskipun melibatkan pihak House of Commons,  pasti awalnya kita  akan mengira kisah ini akan terasa 'berat' dan monoton dengan para pelaku dari kalangan terhormat dan kelas atas. Alih-alih menemukan sesuatu yang lebih mengerikan dari novel terdahulu, kasus kali ini menurut saya terasa 'receh' kurang dahsyat dan terkesan biasa-biasa saja untuk ukuran detektif yang telah sukses menangkap pelakunya dalam kasus Shacklewell Ripper.

Ada kalanya penyelidikan begitu seru karena sasaran atau calon tersangka seakan telah benar-benar menjadi sosok yang (diduga) bersalah, atau saat Strike harus menggagalkan poster yang akan dibentangkan oleh Jimmy saat demo menentang Olimpiade. Ada kalanya pula kisah  terasa melankolis karena selalu ada sosok Charlotte yang sejak di novel pertama- The Cuckoo's Calling- bahkan berusaha mengembalikan kenangan indah bersama Strike meskipun detektif ini telah berusaha melupakan kisah kasih mereka.

(Baca juga : The Cuckoo's Calling, Kematian Sang Model)


Robin Lebih Manusiawi

Dari kesemuanya, kiprah Robinlah yang amat menarik untuk disimak. Setelah memasuki pernikahan rasanya kegalauan makin menjadi-jadi sehingga berujung pada penyesalan. Baru di novel inilah pengarang menunjukkan perasaan Robin yang lebih manusiawi. Dan kita seakan diajak untuk ikut bersimpati atas posisi subordinatnya akan penindasan masa lalu yang terus didengung-dengungkan Matthew.

"Kau harus menyakitiku kalau ingin mencegah aku pergi, tapi kuperingatkan, aku akan menuntutmu atas dasar penyerangan, itu tidak akan bagus dampaknya di kantor, kan?hal 529

Transformasi kepribadian Robin lebih terlihat jelas di novel ini karena mungkin sudah saatnya Robin keluar dari cangkangnya. Robin menjadi lebih mahir dalam teknik rias wajah, mengubah penampilan atau kepribadian termasuk aksen saat menyamar menjadi pelayan di toko perhiasan Triquetra. Ia juga lebih berani dengan anggapan-anggapan dan inisiatifnya dalam mengorek informasi termasuk saat berteman dengan Flick, pacar Jimmy atau ikut masuk ke pesta minum di apartemen Flick lalu menggeledah wadah penyimpan barang bukti  di kamar toilet.

Gong Pembunuhan

Alur cerita masih khas dengan gaya yang diusung dalam novel-novel sebelumnya yang penuh dengan teka-teki, meliuk-liuk untuk menemui berbagai sumber. Dengan latar suasana demam Olimpiade Musim Panas yang tengah berlangsung di kota London, cerita makin menukik kala pesta olah raga digabungkan dengan kasus pemerasan yang diterima Menteri Kebudayaan, Chiswell. Namun berbeda dari biasanya, pengarang menempatkan gong pembunuhan justru di tengah cerita.  Kisah ini terbagi dalam dua bab, dan di bab dua ini dibahas misteri dan pemecahannya. Mungkin ini sesuatu yang di luar kebiasaan atau akan menjadi tren bagi novel berikutnya, mungkin lho.



Saya merasa bahwa kefasihan dalam menuturkan kisah ini masih berbanding lurus dengan  kualitas pelakunya. Ditingkahi oleh berjejalannya orang-orang yang akan menjadi calon tersangka. Maka kondisinya sangat ramai dan membuat bingung pada awalnya namun makin terlihat jelas posisi dan motifnya. Padahal pembunuhan ini menurut saya masuk kategori biasa. Korban mati karena kehabisan oksigen. Sudah begitu saja.

Lalu bagaimana dengan kuda putihnya? Memang terkesan tak ada kaitannya, namun percayalah jika membaca sampai akhir akan terjawab seluruhnya.

Di atas sudah dikatakan semua pihak berpotensi menjadi tersangka namun hanya satu saja yang benar-benar menjadi pelakunya. Dan pengungkapannya sangat brilian, karena alih-alih Strike yang menangkap, partner kerjanya di biro detektif kali ini yang justru ambil bagian.

Eksekusi Akhir

Kalau ingin menebak siapa pembunuhnya, sebenarnya mudah bila kita bisa menyadarinya dari awal karena petunjuknya ada. Namun karena kepiawaian sang peramu cerita yang meraciknya hingga meliuk-liuk, ditambah banyaknya orang yang terlibat, menjadikan kita ibaratnya agak kehilangan, tersesat lalu putus di tengah jalan.

Sampai nyaris habis novel selesai dibaca jujur saja saya belum 'ngeh' juga dengan pembunuhnya. Entah karena terkecoh oleh pihak Scotland Yard entah karena saya terlalu terpaku oleh penahanan Kinvara dan Flick. Maka ketika Robin bergegas pergi, saya merasa sisa cerita akan baik-baik saja.


Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

About me



Halo, saya suka baca buku terutama fiksi dan blog ini merupakan wadah bagi saya untuk menuangkan impresi, persepsi, opini yang kadang mungkin saja subjektif
usai 'menelan' buku yang dibaca.

Follow Me

  • Twitter
  • Pinterest
  • Goodreads

Labels

  • antre buku
  • bookfair
  • detektif
  • kiriman buku
  • kutipan
  • mypicture
  • perjalanan
  • quote

Recent posts

Read the Printed Word!

Yang Selesai Dibaca

Read

Sepercik Noda, Seribu Langkah Terbawa
it was ok
Sepercik Noda, Seribu Langkah Terbawa
by Maria A. Sardjono
Paris Letters - Surat Dari Paris
really liked it
Paris Letters - Surat Dari Paris
by Janice Macleod
China Rich Girlfriend - Kekasih Kaya Raya
really liked it
China Rich Girlfriend - Kekasih Kaya Raya
by Kevin Kwan
The Color of Heaven
really liked it
The Color of Heaven
by Julianne MacLean
Sidney Sheldon's Reckless
liked it
Sidney Sheldon's Reckless
by Tilly Bagshawe

goodreads.com

Tantangan

2019 Reading Challenge

2019 Reading Challenge
Ernawati has read 0 books toward her goal of 20 books.
hide
0 of 20 (0%)
view books

Blog Archive

  • ▼  2019 (18)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ▼  September (3)
      • Seri Novel Lama: Max Havelaar, Upaya Menjalankan P...
      • Mantappu Jiwa, Berbagi Cerita tentang Semangat, da...
      • Lethal White, Kuda Putih yang Mengaburkan Jejak
    • ►  August (1)
    • ►  July (3)
    • ►  June (1)
    • ►  May (2)
    • ►  April (2)
    • ►  March (3)
    • ►  February (1)
  • ►  2018 (15)
    • ►  December (3)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (1)
    • ►  July (1)
    • ►  March (2)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2017 (27)
    • ►  December (6)
    • ►  November (3)
    • ►  October (3)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  May (3)
    • ►  April (2)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2016 (18)
    • ►  December (3)
    • ►  November (2)
    • ►  October (1)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2015 (25)
    • ►  December (5)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  August (1)
    • ►  July (2)
    • ►  June (2)
    • ►  May (1)
    • ►  April (3)
    • ►  March (2)
    • ►  February (2)
  • ►  2014 (34)
    • ►  December (3)
    • ►  November (2)
    • ►  October (5)
    • ►  September (2)
    • ►  August (3)
    • ►  July (3)
    • ►  June (1)
    • ►  May (2)
    • ►  April (5)
    • ►  March (1)
    • ►  February (4)
    • ►  January (3)
  • ►  2013 (43)
    • ►  December (6)
    • ►  November (4)
    • ►  October (2)
    • ►  September (3)
    • ►  August (3)
    • ►  July (3)
    • ►  May (4)
    • ►  April (3)
    • ►  March (3)
    • ►  February (9)
    • ►  January (3)
  • ►  2012 (3)
    • ►  December (1)
    • ►  June (2)
FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by BeautyTemplates